Aplikasi ini bisa memungkinkan pengguna mengakses lagu, video, buku digital, hingga mengelola aplikasi pada perangkat Apple.
Padahal pada masa jayanya, aplikasi dipuji karena kemudahan dan kelancaran antarmuka (UI) bagi pengguna untuk mengakses musik, video, hingga membeli buku digital.
Hanya saja, dilansir dari Independent, fitur-fitur tersebut justru memperlambat kelancaran iTunes.
Oleh karena itu, Apple memutuskan untuk membagi iTunes menjadi tiga aplikasi. Aplikasi tersebut adalah Apple Music, Apple Podcast dan Apple TV.
iTunes memiliki filosofi untuk menjadi sebuah perangkat lunak yang dapat berisi semua hiburan Anda. iTunes mendapat dukungan untuk video pada Mei 2005, Podcast pada Juni 2005, dan Books pada Januari 2010.
Namun nantinya, ketika sistem operasi macOS 10.15 Catalina diluncurkan, pengguna tak akan lagi bisa mengakses iTunes.
Dilansir dari the Verge, iTunes juga menjadi perangkat lunak pendamping Apple untuk iPhone; pada iOS 5 Anda harus menggunakan iTunes untuk mengaktifkan telepon, dan itu juga dapat digunakan untuk mengunduh dan mengelola aplikasi.
Awalnya iTunes menjadi pionir cara konsumen dapat mengunduh lagu secara legal. iTunes secara signifikan membuat pembayaran lagu lebih mudah daripada mengunduhnya di situs seperti Napster.
Berkat popularitas ekosistem iPod dan iTunes, Apple segera mendominasi unduhan lagu digital. Fokus Apple membanderol satu lagu dengan US$99 menyebabkan tudingan banyak artis dan label rekaman bahwa Apple menghilangkan nilai dari musik.
Pasalnya, alih-alih membeli satu album, iTunes bisa membuat pengguna untuk membeli lagu secara satuan. Hal ini membuat jurang antara label rekaman dengan Apple. Apple membantu mengakhiri era album yang membuat para artis fokus untuk membuat lagu single.
Total pendapatan untuk industri musik turun menjadi US$15 miliar atau sekitar Rp212,9 triliun pada 2012 yang merupakan masa kejayaan penjualan musik digital. Pendapatan dari penjualan fisik musik menurun US$20 atau sekitar Rp283,9 triliun pada 2003 atau dua tahun setelah iTunes lahir.
Kejatuhan iTunes
Kejatuhan dominasi iTunes dimulai saat munculnya aplikasi musik streaming seperti Spotify atau Joox. Kemunculan aplikasi ini membuat pembelian musik melalui tak lagi menjadi pilihan konsumen agar bisa menikmati musik secara legal.
Lini bisnis utama iTunes untuk mengelola koleksi musik pengguna menjadi tidak kompeten dengan kehadiran aplikasi musik streaming.
Berbasis komputasi awan (cloud), pengguna tak perlu lagi menyimpan lagu di dalam perangkat. Pengguna bisa mendengarkan lagu dari cloud dengan tarif bulanan yang tetap, tak perlu lagi membeli per lagu.
Selain itu, konsep satu aplikasi untuk semua milik iTunes semakin tidak relevan. Pasalnya pengguna memilih untuk menggunakan perangkat keras dan lunak khusus untuk fitur video streaming atau membaca buku,
Pengguna memilih untuk menggunakan Apple TV set-top box untuk menonton video. Podcast dan buku digital bisa langsung diunduh ke perangkat mobile.
Filosofi Apple untuk menyediakan toko serba ada untuk semua media menjadi kehancuran terbesar iTunes. Penambahan fitur dengan justru menggerogoti kegunaannya karena UI semakin rumit dan lambat.
Dunia memang telah berubah seiring adanya konektivitas, penyimpanan cloud, dan media streaming. iTunes masih ada sebagai aplikasi warisan bagi mereka yang membutuhkannya. Tetapi untuk semua orang, iTunes sekarang secara resmi sudah ketinggalan zaman. (jnp/chs)
from CNN Indonesia http://bit.ly/2WKOa2b
via IFTTT
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Jatuh Bangun iTunes, Aplikasi Musik Warisan Steve Jobs"
Post a Comment