Dikutip dari reportase Antara, pengendara akan disambut dengan sambungan-sambungan jalan (expansion joint) yang cukup terasa ketika mulai menanjak ke arah tol layang. Setiap sekitar 100 meter, pengendara akan mendapati 'gelombang' hingga akhir tol layang di KM 48 Karawang Barat. Sensasi goncangan disebabkan sambungan jalan tol layang yang bentuknya sedikit berbeda dengan jenis lain.
Direktur Operasi II PT Waskita Karya Tbk Bambang Rianto memaparkan penjelasan teknis mengenai desain jalan tol yang 'bergelombang' tersebut. Menurut dia, tipe yang digunakan untuk proyek itu ialah expansion joint tipe seismic joint yang berfungsi meredam dan mengakomodir gempa. Artinya, sambungan tersebut bisa menahan pergeseran jika terjadi gempa hingga 20 Cm.
Jadi, menurut Bambang, sangat masuk akal ketika sambungan yang lebarnya mencapai 1-1,4 meter tersebut begitu terasa oleh pengendara.
"Expansion joint yang digunakan lebar sehingga sangat masuk akal saat ban berputar, putarannya bisa melewati mungkin dua kali. Kalau di jalan lain lebarnya hanya 7-10 Cm sehingga tidak begitu terasa," ujarnya seperti dikutip dari Antara, Selasa (24/12).
Jika melihat foto udara secara sekilas, jalan bergelombang Tol Japek II Elevated tampak ekstrem dibanding jalur sebelahnya. Namun, ada alasan teknis terkait kontur jalan yang turun naik tersebut.
Bambang memaparkan kondisi bergelombang didesain untuk mengakomodir batas kecepatan kendaraan yang ditetapkan 60-80 Km per jam.
Jalan tol layang terpanjang di Indonesia itu dibangun sesuai aturan dan regulasi yang ada berdasarkan klasifikasinya.
"Jalan tol layang ini termasuk dalam kota yang kecepatannya 60-80 Km per jam. Beda dengan tol luar kota yang bisa 100-120 Km per jam. Atas dasar itulah maka harus dilihat turunan regulasinya, guna mendukung kecepatan tersebut," ujarnya.
Bambang mengungkapkan pembangunan jalan tol layang sepanjang 36,4 meter itu memang rumit karena mau tidak mau harus dibangun di atas konstruksi lain seperti simpang susun, jembatan penyeberangan orang (JPO), dan jalan tol eksisting.
Hal itu bertambah rumit karena sisi kanan dan kiri jalan tol eksisting tak bisa digunakan karena sudah ada konstruksi LRT dan kereta cepat Jakarta-Bandung. Sementara itu, di bagian atas juga terdapat SUTET yang mengalirkan pasokan listrik untuk Jawa dan Bali.
Ketika membangun jalan di atas, tetap harus ada clearance area setinggi 5,1 meter sehingga total tinggi jalan tol layang akan setinggi 18 meter.
"Kalau membangun di sana, sama saja dengan berkendara di lantai lima gedung. Bayangkan menyetir di atas lantai lima, belum ada angin dan lainnya. Maka kemudian desain jalan tol dibuat seefisien mungkin tapi tetap aman," ujarnya.
Dengan perhitungan itu, maka geometrik jalan didesain sesuai dengan regulasi yang ada. Dari batas kecepatan yang ditetapkan, kelandaian maksimal mencapai 4 persen dengan jarak pandang henti tak kurang dari 110 Meter.
[Gambas:Video CNN]
"Jadi saat naik, pengemudi melihat lintasan yang paling atas itu jaraknya 110 meter ke depan, saat turun juga sama. Jadi kalau terjadi sesuatu bisa respons dengan jarak yang cukup. Itulah mengapa desainnya bergelombang, tapi masih dalam standar teknis," ucapnya.
Jika melewati jalan tol layang dengan kecepatan yang disarankan, sensasi bergelombang tidak akan banyak terasa. Sebaliknya, sensasi hentakan lebih terasa ketika pengendara ketika kecepatan mobil dipacu di atas 100 Km per jam.
"Jadi di sinilah kami lebih mengusung keamanan, kami desain yang efisien tapi aman. Masalah kenyamanan kami pilih yang optimal, tapi untuk keamanan, keselamatan, kami pilih dengan skor tertinggi," tegas Bambang. (Antara/lav)
from CNN Indonesia https://ift.tt/3722Z1V
via IFTTT
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Waskita Paparkan Sensasi Jalan 'Gelombang' Tol Japek II"
Post a Comment