Nazir mengambil contoh kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Amerika dan Jepang, dua negara itu butuh waktu 30 dan 10 tahun untuk menyelesaikan masalah itu.
"Tergantung tingkat kerusakannya. Kalau kerusakannya sudah parah, pengalaman di Amerika saja itu 30 tahun saja belum selesai, masih berjalan terus. Yang di Jepang butuh 10 tahun dan belum selesai juga," kata dia di kawasan Gatot Subroto, Jakarta, Rabu (29/1).
Saat ini, Nazir dan tim tengah melakukan upaya restorasi (pemugaran, pengembalian atau pemulihan) dengan teknik hidrologis seperti melakukan penataan air dan tutup-buka sekat kanal.
Sekat kanal itu dibangun di sekitar lahan gambut untuk menyimpan air.
"Upaya kita dalam restorasi hidrologis seperti tata air dan menutup sekat kanal. Sekatnya ada yang bisa dibuka-tutup, tergantung dari banyaknya air," pungkas Nazir.
Sebelumnya, Kepala Pusat Data dan Informasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Agus Wibowo menyebut kerugian ekonomi yang dialami akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) Rp75 triliun.
Dia menjelaskan bahwa tahun ini mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Karhutla tahun ini melalap hingga 942.485 hektare. Angka itu terbagi atas 269.777 hektare gambut dan 672.708 hektare mineral.
Karhutla tahun 2019 lebih parah ketimbang 2018 yang melahap 529.266 hektare. Pada 2017, karhutla hanya melahap lahan seluas 165.483.
Kejadian ini menjadi karhutla terluas sejak 2017, pada tahun itu total luas lahan yang terbakar hanya 165.483 hektare, pada tahun berikutnya bertambah menjadi 529.266 hektare.
Karhutla di 2019 memuncak di musim kemarau. Juli hingga November api begitu besar membakar lahan di berbagai daerah.
Kalimantan Tengah merupakan provinsi paling terdampak karhutla tahun ini dengan lahan terbakar mencapai 161.298 hektare, dengan rincian lahan gambut 95.941 hektare dan lahan mineral 65.357 hektare. (din/DAL)
from CNN Indonesia https://ift.tt/2tagSN7
via IFTTT
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Lama Pemulihan Lahan Gambut yang Terpapar Karhutla"
Post a Comment