"Setiap Bulan baru [termasuk Gerhana Matahari] dan Bulan Purnama [termasuk Gerhana Bulan], gaya pasang surut Bulan diperkuat oleh Matahari karena posisinya yang hampir segaris. Akibatnya terjadi pasang maksimum atau pasang tertinggi," kata Ketua LAPAN Thomas Djamaludin saat dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (6/1).
Lebih lanjut, LAPAN memastikan gerhana bulan tak menyebabkan banjir, melainkan mempengaruhi lambatnya genangan air terbuang ke laut karena biasanya saat gerhana tiba akan turun hujan.
Saat ditemui di kantor Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) beberapa waktu lalu, Thomas menyebut ketinggian air maksimum bisa mencapai 1,4 meter.
Namun saat ini ketinggian air hanya 40 sentimeter karena baru memasuki fase pasang-surut perbani (neap tides).
"Rata-rata ketinggian air laut bisa mencapai 1,4 meter saat pasang-surut purnama. Sekarang masuk fase pasang-surut perbani ketinggian air hanya 40 sentimeter karena posisi Bulan tidak diperkuat dengan Matahari," jelas Thomas.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melalui keterangan rilis hari ini (8/1) pun mengatakan pasang naik maksimum di Teluk Terjadi berpotensi terjadi pada 9-12 Januari 2020 dengan ketinggian maksimum 0,6 meter.
Hal itu berpotensi menghambat laju aliran air sungai masuk ke laut di Teluk Jakarta. Gerhana Bulan Penumbra (GBP) sendiri dijadwalkan menyambangi wilayah Indonesia pada 11 Januari 2020. Gerhana ini terjadi saat wajah Bulan Purnama lebih redup dari biasanya.
Bulan Purnama akan tertutup oleh bayang-bayang penumbra Bumi sebesar 77 persen.
Sementara pasang-surut purnama (spring tides) terjadi ketika Matahari, Bumi, dan Bulan berada di satu garis lurus. Fenomena ini umumnya terjadi dua kali setiap bulan, yakni saat bulan baru dan bulan Purnama.
(din/DAL)from CNN Indonesia https://ift.tt/2QYl6PR
via IFTTT
Bagikan Berita Ini
0 Response to "LAPAN Ungkap soal Gerhana Bulan dan Pasang Air Laut Jakarta"
Post a Comment