
Peneliti Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Frilasita Aisyah Yudhaputri mengatakan metode CT scan memiliki pendekatan yang berbeda dengan metode uji laboratorium. CT scan merupakan metode untuk mengetahui virus secara fisiologi. Sedangkan uji laboratorium merupakan metode untuk mengetahui virus secara molekuler.
"Sebenarnya pendekatannya berbeda. CT scan itu kan secara klinis, sebenarnya deteksi metodenya saja. Kalau CT scan itu kan untuk melihat secara fisiologi. Kalau ini (uji laboratorium) secara molekuler," ujar Frilasita kepada CNNIndonesia.com, Jumat (14/2).
Frilasita membenarkan banyak cara untuk mendeteksi sebuah penyakit. Secara sudut pandang klinis misalnya, dia berkata gejala batuk, pneumonia, pilek bisa didiagnosa melalui CT scan.
Akan tetapi, dia berkata dalam CT scan tidak dapat mengidentifikasi jenis virus apa yang menyebabkan seseorang sakit. Di alat CT scan, dia berkata tidak memiliki kemampuan untuk menyimpulkan jenis virus meski secara fisual mampu menampilkan kerusakan yang ditimbulkan.
"Nah yang dilakukan di laboratorium itu ujinya dengan pendekatan molekuler dengan mengambil material genetik dari virusnya itu sendiri," ujar Frilasita.
Dalam uji laboratorium, Frilasita membeberkan peneliti mengambil sampel, salah satunya apusan di bagian pernapasan untuk mendeteksi virus Covid-19. Dia berkata sampel itu nantinya akan melalu beberapa tahap untuk menyimpulkan materi genetiknya.
"Kalau CT scan penampakan sel-selnya terdeteksi ada sesuatu. Tapi untuk mengkonfirmasi nama yang menyebabkan kelainan fisiologi itu tetap dicari. Tidak selalu molekuler, ada banyak cara lain," ujarnya.
Lebih lanjut, Frilasita enggan menyebut CT scan bisa salah mendeteksi seseorang terjangkit virus Covid-19. Sebab, dia mengatakan CT scan ibarat sebuah kamera yang mampu menangkap gambar seseorang dalam kondisi pilek yang menjadi salah satu indikasi terjangkit Covid-19.
Sedangkan, dia berkata CT scan biasanya akan mengambil gambar kondisi paru-paru hingga organ pencernaan yang menjadi lokasi penyebaran virus Covid-19
"Kalau CT scan (Covid-19) iti di paru-paru, terlihat ada pneumonia. Penyebab pneumonia itu macam-macam, itu biasanya dicek lebih lanjut," ujarnya.
"Jadi bukan berati CT scan lebih bagus dari pada molekuler. Itu beda pendekatan, beda hasil. Yang satu foto kamera, yang satu memang keberadaan material genetik virusnya yang dicari," ujar Frilasita.
Di sisi lain, Frilasita menyampaikan daya rusak setiap virus atau pategen terhadap organ berbeda-beda. Sehingga, dia menilai CT scan bisa mendiagnosis sebuah jenis virus berdasarkan kekhasan daya rusak sebuah virus.
Corona sebagaimana hasil penelitian, dia berkata reseptornya di organ pernapasan dan pencernaan.
"CT scan itu melihat dampak yang ditimbulkan. Dokter banyak yang bisa melihat mungkin dari 'oh ini fotonya ini adalah kerusakan yang diakibatkan virus A' misalnya. atau kerusakan ini sangat khas," ujar Frilasita.
Lebih dari itu, Frilasita menyampaikan gambar kondisi organ yang rusak akibat virus seperti sebuah gambar bangunan yang rusak akibat terbakar. Untuk mengetahui virus apa yang menyebabkan kerusakan organ atau siapa yang membakar bangunan perlu dilakukan pendekatan lain, di luar gambar.
"Untuk mengidentifikasi itu harus ambil sampel, misal ada berbagai bekas itu diperiska. lalu keluar namanya bahwa A penyebabnya,itu simpelnya," ujarnya.
(jps/DAL)from CNN Indonesia https://ift.tt/2OY6v6U
via IFTTT
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Respons Ilmuwan RI soal China Pakai CT Scan Deteksi Corona"
Post a Comment