Suara itu terdengar ramah di telinga dan populer di kalangan pengguna ponsel pintar BlackBerry. Suara notifikasi 'colekan' tanda penerima belum merespons pesan BlackBerry Messenger (BBM) yang dikirim.
BlackBerry Messenger atau dikenal BBM merupakan aplikasi pesan instan yang dikenal luas sejak diperkenalkan pada 1 Agustus 2005 oleh Blackberry Limited sebagai pengembang untuk disematkan dalam ponsel BlackBerry besutan Research In Motion (RIM).
Perusahaan asal Kanada tersebut menjadikan BBM sebagai layanan eksklusif yang hanya tersedia di perangkat BlackBerry (BB). Dengan kata lain, hanya pengguna BB saja yang mendapatkan keistimewaan untuk bertegur sapa melalui BBM.
Namun kesan ekslkusif justru membuat saya enggan untuk menggunakan atau sekedar menjajal BBM untuk berkomunikasi dengan teman atau rekan kerja. Bagi saya, masih ada banyak celah untuk berkomunikasi tanpa harus 'mengeksklusifkan diri' dengan terkungkung dalam satu perangkat dan satu PIN sebagai identitas diri.
Harga ponsel yang menurut saya relatif mahal, rasanya tak sebanding dengan anggapan agar diterima oleh kalangan rekan kerja atau teman pengguna BBM. Kendati merasa risih lantaran kerap gagap hingga dianggap aneh karena tidak menggunakan BBM, saya sedikit tahu soal layanan yang saat itu hanya bisa diakses melalui ponsel BlackBerry tersebut.
Istilah bertukar PIN (Personal Identification Number) saat bertemu teman baru hingga kawan lama, delcon (delete contact), atau lampu warna-warni penanda pesan BBM masuk sempat digandrungi dan menjadi ciri khas BBM kala itu.
Bukan tanpa alasan, kala itu BBM menjadi aplikasi pesan instan pertama yang bisa dipakai untuk bertukar foto dan data. Alasan keamanan dan ketersediaan layanan surel menjadi unsur utama yang kemudian banyak dipakai di kalangan pebisnis.
Di Indonesia sendiri, perkenalan pengguna BBM berawal ketika ponsel BlackBerry mulai banyak dipakai pada 2006. Popularitas ponsel BlackBerry yang terus meningkat seiring dengan pengguna BBM yang mulai digunakan oleh berbagai kalangan bukan hanya pebisnis, tapi juga anak-anak hingga ibu rumah tangga.
Lain padang lain ilalang. Jika di berbagai penjuru dunia BBM dipakai untuk urusan pekerjaan di kalangan pekerja profesional, pengguna di Indonesia justru menjadikannya sebagai jalan untuk mencoba peruntungan dengan berjualan online.
Foto: REUTERS/Amit Dave
|
Wadah Palugada
Kendati tidak ada aturan baku yang mengharuskan pengguna BBM hanya untuk kalangan profesional, nyatanya BBM justru menjadi wadah 'palugada' (apa lo mau, gue ada) mulai dari berjualan mukena, kerudung, hingga kue kering jelang Lebaran.
'Keajaiban' pengguna BBM di Indonesia sempat membuat bingung banyak kalangan lantaran penggunaannya yang dinilai 'tak biasa'. Jika negara lain memanfaatkan BBM untuk berkomunikasi seputar pekerjaan, Indonesia dikenal aktif untuk berjualan.
Cap Indonesia sebagai negara pengguna terbesar dan paling aktif kala itu turut dipengaruhi oleh pengguna yang aktif 'menggelar lapak' bermodalkan foto yang dibubuhi keterangan harga dan deskripsi barang, kemudian diunggah sebagi foto profil di akun BBM.
Popularitas BBM tak dipungkiri turut membuat pendapatan RIM melesat. Laporan yang dirilis lembaga riset Statista mencatat pendapatan RIM sejak pertama kali dikenal di tahun 2004 tercatat 'hanya' US$505 juta.
Jumlah pendapatan RIM melesat tajam ke angka US$6 miliar pada 2008, momen saat popularitas ponsel BlackBerry dengan layanan BBM sedang di atas angin. Angka ini terus meningkat setiap tahunnya hingga mencapai puncaknya di tahun 2011 sebesar US$19,9 miliar.
Pendapatan RIM dilaporkan sedikit menyusut ke angka US$18,4 miliar di tahun 2012. Kemunculan pesaing seperti WhatsApp, Line, dan aplikasi pesan instan sejenis ditengarai menjadi penyebab banyak pengguna setia BBM yang mulai coba-coba berpindah ke lain hati.
Sadar jika pesaing mulai mengancam eksistensi, BBM akhirnya luluh dan membuka diri untuk bisa dipakai di ponsel non-BlackBerry. BBM berupa kembali mendulang popularitas dan bisa diunduh untuk pengguna Android dan iOS mulai 2013, disusul Windows Phone setahun kemudian.
Strategi ini terbilang lumayan jitu. Aplikasi BBM di Google Plasy Store tercatat telah diunduh hingga 100 juta kali dan memberikan ulasan dan penilaian positif hingga mengaku puas dengan ketersediaan BBM yang tidak lagi eksklusif hanya di perangkat BlackBerry.
Upaya ini juga membuat BBM tetap menjadi pilihan aplikasi pesan instan utama bagi pengguna di Indonesia. Bukan hanya untuk bercakap-cakap soal urusan pekerjaan, pengguna di Indonesia juga menjadikan BBM sebagai wadah untuk berbincang soal masalah pribadi hingga bertegur sapa dan berbagi foto serta video dalam sejumlah grup.
Statista mencatat di tahun 2014, BBM masih menjadi pilihan utama pengguna layanan pesan singkat di Indonesia mengungguli pesaingnya WhatsApp, Facebook Messenger, Line, dan WeChat. Secara global, laporan Statista mencatat pengguna BBM belum banyak terpengaruh dengan kemunculan layanan pesan instan lain.
Pada Maret 2014, tercatat ada 113 juta pengguna terdaftar dan 85 juta diantaranya merupakan pengguna aktif. Selang dua bulan (Juni 2014) BBM mencatat ada 160 juta pengguna terdaftar, kendati pengguna aktif stagnan di angka 85 juta. Jumlah pengguna aktif BBM justru meningkat pada Oktober 204 menjadi 91 juta di seluruh dunia.
Sementara itu, Gartner melaporkan pada periode 2014 pendapatan perusahaan pembuat ponsel BlackBerry terjun bebas menjadi US$6,8 miliar. Pangsa pasar ponsel BlackBerry semakin memudar dan hanya mampu memasarkan 1,4 juta perangkat di seluruh dunia pada 2016.
Foto: CNN Indonesia/Rayhand Purnama
|
Membayar Mahal
Kendati kinerjanya memburuk, PT Elang Mahkota Teknologi (Emtek) melalui Creative Media Works Pte. Ltd. (CMW Pte. Ltd) justru melihat ceruk pengguna BBM yang masih besar di Indonesia hingga menandatangani kesepakatan aliansi strategis untuk mengakuisisi lisensi BBM dari BlackBerry Messenger pada Juni 2016.
Saat itu ada 80-90 persen atau sekitar 60 juta pengguna aktif BBM berasal dari Indonesia. Loyalitas terhadap BBM dianggap masih kuat sehingga menjadi peluang bisnis untuk pengembangan BBM.
Emtek membayar mahar sebesar US$207 juta untuk lisensi BBM selama enam tahun. Dalam kesepakatan tersebut, BlackBerry Limited akan menyediakan antarmuka pemrograman aplikasi (API) BBM kepada Emtek.
Sebagai pemilik lisensi, Emtek saat itu berencana memberikan akses untuk konten (streaming musik, video, gim, dan berita), perdagangan daring ke luring (reservasi tiket bioskop, tiket pesawat, layanan kesehatan, dan lowongan pekerjaan), dan keuangan (pembayaran, transfer, dan isi ulang pulsa)
Di tangan Emtek, BBM mulai bertransformasi agar bisa menggaet segmen anak muda. Kemunculan BBM Channel yang menawarkan solusi beragam konten justru tak bisa menjaga loyalitas pengguna. Kemunculan iklan yang mulai banyak justru membuat pengguna jengah hingga akhirnya berpaling dan tak kembali. BBM juga dinilai minim inovasi dan fitur baru dibandingkan kompetitor lain.
Kabar mengejutkan datang saat Emtek menyatakan akan menutup aplikasi BBM pada pertengahan April lalu.
"Time to Say GOOD BYE. BBM akan berhenti beroperasi pada 31 Mei 2019. Terima kasih sudah menjadi bagian dari perjalanan BBM di Indonesia," tulis pesan tersebut kepada pengguna BBM.
Emtek memastikan layanan BBM yang diakhiri merupakan versi konsumer. Seiring dengan pengumuman ini, BlackBerry mengumumkan bahwa platform pesan singkat BBM Enterprise (BBMe) tetap tersedia untuk kalangan konsumen dan bisa diunduh dalam waktu dekat untuk pengguna Android dan iOS.
"Kami menghormati keputusan Emtek, kendati kami kecewa karena platform tidak bisa tumbuh seperti yang diharapkan," terang Chief Marketing Officer BlackBerry Mark Wilson seperti dikutip Crackberry.
Kini, tak ada lagi bunyi Ping! dan permintaan 'share PIN' karena bendera putih resmi dikibarkan untuk disuntik mati. (asa)
from CNN Indonesia http://bit.ly/2QBZqsg
via IFTTT
Bagikan Berita Ini
0 Response to "BBM Kibarkan Bendera Putih, Tak Ada Lagi Ping! dan Share PIN"
Post a Comment