Search

Perusahaan Pelumas Asal Belanda Tunduk pada Regulasi SNI

Jakarta, CNN Indonesia -- Perusahaan pelumas asal Belanda, Shell, memilih tunduk terhadap regulasi pemerintah yang mewajibkan produk pelumas kendaraan bermotor harus bersertifikat Standar Nasional Indonesia (SNI). Shell Indonesia mengaku sudah menyesuaikan pelumasnya dengan SNI sejak tahun lalu.

Direktur Pelumas Shell Indonesia Dian Andyasuri mengatakan pihaknya mengikuti kebijakan prinsipal yang mengharuskan mengikuti regulasi negara di tempat membuka jaringan.

"Kami lebih ke arah Shell secara global punya prinsip mematuhi hukum dan peraturan negara," kata Dian di Jakarta Selatan, Rabu (19/6).

Regulasi wajib SNI tertuang pada Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia Pelumas Secara Wajib. Regulasi itu telah diterbitkan pada 10 September 2018 dan bakal berlaku pada 10 September 2019.

Pada Pasal 3 regulasi itu menyebutkan ada tujuh kategori pelumas yang wajib ikut SNI yaity pelumas mesin bensin 4 tak kendaraan bermotor, mesin bensin 4 tak sepeda motor, mesin bensin 2 tak dengan pendingin udara, mesin bensin 2 tak pendingin air, mesin diesel putaran tinggi, roda gigi transmisi manual dan gardan, serta transmisi otomatis.

Berdasarkan regulasi bila produk pelumas produksi lokal tidak memiliki cap 'SNI' pada kemasannya bakal ditarik dari peredaran dan dimusnahkan. Khusus pelumas impor diberi dua pilihan, yaitu dimusnahkan atau diekspor kembali dengan biaya ditanggung importir.

"Jadi kami sudah semua (SNI) untuk pelumas mobil, motor, transmisi dan truk dari 2018. Jadi bisa dilihat di kemasan kami ada tulisan SNI," ucap Dian.

Biaya SNI

Keberadaan regulasi pelumas wajib SNI mendapat penolakan dari Perhimpunan Distributor, Importir, dan Produsen Pelumas Indonesia (Perdippi) yang membawahi 125 merek pelumas. Merek-merek itu di antaranya Top1, BM1, Mobil1, Aral, United Oil, Liger, STP, Total Oil, Chevron.

Salah satu alasan penolakan karena dinilai biaya sertifikasi SNI sangat mahal.

Perdippi sempat menjabarkan biaya untuk sertifikat senilai Rp10 juta, biaya audit pabrik per tahun Rp35 juta - Rp100 juta, biaya sertifikat lain Rp5 juta, biaya tes serta evaluasi Rp20 juta, dan biaya akomodasi per orang untuk audit pabrik Rp10 juta- Rp100 juta.

Total biaya atau anggaran yang harus disiapkan masing-masing produsen disebut dapat mencapai Rp80 juta - Rp235 juta per tahun per SKU (Stock Keeping Unit). Biaya ini belum termasuk engine performance test, surveillance test, re-test, re-audit, serta pajak.

Perdippi, yang kebanyakan beranggotakan pihak importir, mengaku bingung kepada siapa mereka harus membebankan biaya sertifikasi SNI per SKU tersebut.

Dian mewakili Shell yang tergabung dalam Asosiasi Produsen Pelumas Dalam Negeri (Aspelindo), pendukung regulasi pelumas wajib SNI, enggan menyebut biaya pembuatan sertifikasi SNI.

Dian mengatakan SNI tidak memengaruhi harga jual produknya di dalam negeri. Harga setiap pelumas yang dijual sama seperti sebelum berlabel SNI.

"Tidak naik harga, itu sama saja. Kalau saya naikin harga karena SNI gimana, memang pada rela? Biaya SNI ya kami tanggung sendiri," kata dia.

Dian mengatakan hingga kini jumlah produk yang dijual lebih dari 100 SKU. Shell disebut sudah terbantu penyelarasan SNI lantaran mereka sudah mendirikan pabrik di Marunda, Jakarta Utara sejak 2015 dengan kapasitas produksi mencapai 136 liter per tahun.

"Sebetulnya sebelum ada SNI, standar kami sudah memenuhi SNI. Jadi kami tidak harus mengeluarkan biaya besar Untuk bisa memenuhi SNI. Jadi pabrik kami sudah (sesuai) SNI. Jadi (tinggal) proses audit saja," kata Dian. (fea)

Let's block ads! (Why?)



from CNN Indonesia http://bit.ly/2ZsVJZ0
via IFTTT

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Perusahaan Pelumas Asal Belanda Tunduk pada Regulasi SNI"

Post a Comment

Powered by Blogger.