Pada Rabu (19/2) Menteri Keuangan Sri Mulyani mengusulkan pengenaan cukai emisi kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Dia mengatakan tarif cukai itu advalorum atau spesifik berdasarkan CO2 yang dihasilkan kendaraan.
Cukai emisi disebut dikenakan saat kendaraan keluar dari pabrik (produksi lokal) atau pelabuhan (impor). Pembayaran bisa dilakukan berkala atau setiap bulan.
Cukai emisi ini dikatakan memiliki potensi penerimaan negara Rp15,7 triliun dan mendukung upaya program pemerintah mengembangkan kendaraan Berbasis listrik.
Ketua Umum Gaikindo Yohannes Nangoi mengatakan ide itu baru pertama ia dengar. Dia menjelaskan Kemenkeu belum mengajak pihaknya berunding membicarakan hal itu."Belum ada ngobrol dengan pemerintah. Makanya baru baca tadi [berita soal cukai emisi] dan saya masih bingung," kata Nangoi saat dihubungi melalui telepon, Rabu (19/2).
"Nah saya tidak ngerti yang dimaksud cukai emisi apa karena katanya Indonesia tidak mengenakan cukai atau pajak pada emisi," ungkap Nangoi kemudian.
Ia menjelaskan memahami kebijakan seperti itu demi mendukung penerapan kendaraan berbasis listrik di Indonesia. Hanya saja, Nangoi bilang pemerintah sudah merilis aturan pajak kendaraan yang hitung-hitungan pengenaannya juga berdasarkan emisi.
Aturan itu tertuang pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 73 Tahun 2019 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
Berdasarkan aturan itu, semakin sedikit emisi kendaraan maka semakin kecil juga PPnBM-nya. Dalam aturan itu juga ditetapkan kendaraan murni listrik yang tidak menghasilkan CO2 bisa tidak dikenakan PPnBM. PP 73/2019 bakal berlaku pada 16 Oktober 2021.
"Padahal peraturan kemarin yang PP PPnBM sudah mengacu kepada emisi. Itu berlaku tahun depan [2021], nah makanya saya tidak ngerti cukai ini apa," kata Nangoi. (ryh/fea)
from CNN Indonesia https://ift.tt/2SDu0US
via IFTTT
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Gaikindo 'Bingung' Tanggapi Sri Mulyani Soal Cukai Emisi"
Post a Comment